Adalah seorang pemuda
yang lahir pada tahun 1901 bernama Bakri di daerah Banjarmelati Kediri.
Terkenal sebagai ‘preman’ yang terkenal bandel, kegemarannya waktu itu adalah
menonton wayang sambil ditemani segelas kopi dan rokok. Kebiasaan ini membuat khawatir pihak keluarga karena Bakri dikhawatirkan
akan terlibat permainan judi. Kekhawatiran ini ternyata terbukti. Bakri sangat
gemar bermain judi, bahkan terkenal sangat piawai. Sudah dinasehati
berkali-kali tetapi tetap saja perilaku tidak terpuji itu dilakukan terus.
;
Sampai kemudian neneknya, karena putus asa, mengajak Bakri cucunya ke makam kakeknya, yaitu Mbah Yahuda. Beberapa hari setelah kembali dari ziarah kubur kakeknya itu, pada suatu malam Bakri bermimpi didatangi seorang kakek yang sudah lanjut sekali usianya. Kakek itu menenteng sebuah batu besar yang kemudian diarahkan di atas kepala Bakri seraya berkata, “Wahai cucuku sanggupkan engkau menghentikan segala perbuatanmu yang tercela itu? Jika engkau tidak sanggup, maka batu ini akan menghancurkan kepalamu. Bakri menjawab, “Ada hubungan apa saya dengan kakek? Terus atau berhenti semua itu adalah urusan dan tanggung jawab saya sendiri. Tak seorang pun berhak mempersoalkannya.”
Akhirnya batu yang besar itu dilemparkan oleh kakek tersebut tepat mengenai kepala Bakri. Hancurlah kepala Bakri dengan memuntahkan keluar semua isinya. Seketika itu terbangunlah ia dari tidurnya dan kemudian membaca istighfar berulang kali. Selanjutnya dia terus lari tergopoh-gopoh menuju kamar neneknya untuk melaporkan kejadian dalam impiannya yang sangat mengerikan itu. Hal itu juga kemudian dilaporkan kepada ayah dan ibunya.
Beberapa puluh tahun kemudian, Bakri yang bandel itu dikenal publik sebagai KH Ihsan Jampes. Tentang diri KH Ihsan ini KH Hasyim Asy’ari seorang ulama pendiri dan pengasuh PP Tebu Ireng Jombang dan pendiri NU pernah menulis sebagai berikut, “KH Ihsan adalah seorang yang memperoleh ilmu yang sempurna terutama dalam sastra dan bahasa Arab, orang yang pandai, fasih dan cerdas.”
Dikenal sebagai penulis kitab yang produktif KH Ihsan menulis banyak karya atau kitab dalam bahasa Arab. Di antara karyanya yang sempat terlacak adalah kitab Siraj al-Talibin (Pelita Para Pencari), Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi al-Qahwah wa al-Dukhan (Sebuah Risalah Tentang Kopi dan Rokok), Tasyrih al-‘Ibarat (Kitab Falak Syarah Natijah al-Miqat-nya Kyai Dahlan Semarang) dan kitab Manahij al-Imdad (syarah Irsyad al-‘Ibad karya Syaikh Zainudin al-Malibari dari India Selatan) setebal 1000 halaman dan belum terbit.
Kitab hasil karya beliau yang berjudul Siraj al-Talibin yang telah terbit lebih seabad yang lalu merupakan kitab yang spektakuler. Kitab ini dijadikan buku wajib untuk kajian Post Graduate di Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Gus Dur, pertama kali mengenal kitab ini justru ketika belajar di Baghdad Irak medio tahun 1967-1970. Pada sebuah kesempatan berkunjung ke Perancis Gus Dur juga bertemu dengan beberapa sarjana muslim pengagum al-Ghazali di Eropa Barat tersebut memuji kitab Siraj al-Talibin ini.
Bila diamati dan ditelusuri latar belakang kehidupan dan pendidikan KH Ihsan yang berpindah-pindah dan sebentar lalu memperhatikan kitab-kitab hasil karyanya, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya pribadi beliau itu penuh diliputi oleh hal-hal yang kita semua tidak dapat menjangkaunya dengan akal pikiran biasa.
Kini KH Ihsan telah tiada namun beliau telah banyak berjasa karena di masa hidupnya beliau telah banyak mewariskan ilmu-ilmunya kepada para muridnya yang kini di antara mereka telah banyak yang menjadi pusat perhatian masyarakat Islam di tanah air dalam mengembangkan ilmu-ilmu keislaman.(*)
oleh: Dr Junaidi, Penulis adalah
Sekretaris Lembaga Ta'lif wan Nasyr PCNU Kabupaten Malang via NUKITa.id
Sumber : http://www.muslimoderat.net/2017/04/kh-ihsan-dahlan-preman-penulis-kitab-sirajutthalibin.html#ixzz4djPHhscW
Be the first to reply!
Posting Komentar